Tuesday, November 03, 2015

10 sifat Isteri Yang Mendatangkan Rezeki Pada Suami

“Dengan Nama Allah s.w.t. Yang Maha Pemurah Lagi Maha Mengasihani”

10 sifat Isteri Yang Mendatangkan Rezeki Pada Suami|Banyak suami yang mungkin tidak tahu bahwa rezekinya -dengan izin Allah- mengalir lancar atas peran istri. Memang tidak bisa dilihat secara kasat mata, namun bisa dijelaskan secara spiritual bahwa 10 sifat istri ini ‘membantu’ mendatangkan rezeki bagi suaminya.
1. Istri yang pandai bersyukur
Istri yang bersyukur atas segala karunia Allah pada hakikatnya dia sedang mengundang tambahan nikmat untuk suaminya. Termasuk rezeki. Punya suami, bersyukur. Menjadi ibu, bersyukur. Anak-anak bisa mengaji, bersyukur. Suami memberikan nafkah, bersyukur. Suami memberikan hadiah, bersyukur. Suami mencintai setulus hati, bersyukur. Suami memberikan kenikmatan sebagai suami istri, bersyukur.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan: jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmatKu) maka sesungguhnya adzabku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7)
2. Istri yang tawakal kepada Allah
Di saat seseorang bertawakkal kepada Allah, Allah akan mencukupi rezekinya.

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaq: 3)
Jika seorang istri bertawakkal kepada Allah, sementara dia tidak bekerja, dari mana dia dicukupkan rezekinya. Allah akan mencukupkannya dari jalan lain, tidak selalu harus langsung diberikan kepada wanita tersebut. Bisa jadi Allah akan memberikan rezeki yang banyak kepada suaminya, lalu suami tersebut memberikan nafkah yang cukup kepada dirinya.

3. Istri yang baik agamanya

Rasulullah menjelaskan bahwa wanita dinikahi karena empat perkara. Karena hartanya, kecantikannya, nasabnya dan agamanya.

فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Pilihlah karena agamanya, niscaya kamu beruntung” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Beruntung itu beruntung di dunia dan di akhirat. Beruntung di dunia, salah satu aspeknya adalah dimudahkan mendapatkan rezeki yang halal.
Coba kita perhatikan, insya Allah tidak ada satu pun keluarga yang semua anggotanya taat kepada Allah kemudian mereka mati kelaparan atau nasibnya mengenaskan. Lalu bagaimana dengan seorang suami yang banyak bermaksiat kepada Allah tetapi rezekinya lancar? Bisa jadi Allah hendak memberikan rezeki kepada istri dan anak-anaknya melalui dirinya. Jadi berkat taqwa istrinya dan bayi atau anak kecilnya yang belum berdosa, Allah kemudian mempermudah rezekinya. Suami semacam itu sebenarnya berhutang pada istrinya.
4. Istri yang banyak beristighfar
Di antara keutamaan istighfar adalah mendatangkan rezeki. Hal itu bisa dilihat dalam Surat Nuh ayat 10 hingga 12. Bahwa dengan memperbanyak istighfar, Allah akan mengirimkan hujan dan memperbanyak harta.

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesunguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, memperbanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) sungai-sungai untukmu”(QS. Nuh : 10-12)

5. Istri yang gemar silaturahim

Istri yang gemar menyambung silaturahim, baik kepada orang tuanya, mertuanya, sanak familinya, dan saudari-saudari seaqidah, pada hakikatnya ia sedang membantu suaminya memperlancar rezeki. Sebab keutamaan silaturahim adalah dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya.

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
6. Istri yang suka bersedekah
Istri yang suka bersedekah, dia juga pada hakikatnya sedang melipatgandakan rezeki suaminya. Sebab salah satu keutamaan sedekah sebagaimana disebutkan dalam surat Al Baqarah, akan dilipatgandakan Allah hingga 700 kali lipat. Bahkan hingga kelipatan lain sesuai kehendak Allah.
Jika istri diberi nafkah oleh suaminya, lalu sebagiannya ia gunakan untuk sedekah, mungkin tidak langsung dibalas melaluinya. Namun bisa jadi dibalas melalui suaminya. Jadilah pekerjaan suaminya lancar, rezekinya berlimpah.
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan orang-orang yang menaf­kahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)
7. Istri yang bertaqwa
Orang yang bertaqwa akan mendapatkan jaminan rezeki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan ia akan mendapatkan rezeki dari arah yang tak disangka-sangka. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ath Talaq ayat 2 dan 3.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” (QS. At Thalaq: 2-3)
8. Istri yang selalu mendoakan suaminya
Jika seseorang ingin mendapatkan sesuatu, ia perlu mengetahui siapakah yang memilikinya. Ia tidak bisa mendapatkan sesuatu tersebut melainkan dari pemiliknya.
Begitulah rezeki. Rezeki sebenarnya adalah pemberian dari Allah Azza wa Jalla. Dialah yang Maha Pemberi rezeki. Maka jangan hanya mengandalkan usaha manusiawi namun perbanyaklah berdoa memohon kepadaNya. Doakan suami agar senantiasa mendapatkan limpahan rezeki dari Allah, dan yakinlah jika istri berdoa kepada Allah untuk suaminya pasti Allah akan mengabulkannya.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“DanTuhanmu berfirman: Berdoalah kepadaKu niscaya Aku kabulkan” (QS. Ghafir: 60)
9. Istri yang gemar sh0lat dhuha
Shalat dhuha merupakan shalat sunnah yang luar biasa keutamaannya. Shalat dhuha dua raka’at setara dengan 360 sedekah untuk menggantikan hutang sedekah tiap persendian. Shalat dhuha empat rakaat, Allah akan menjami rezekinya sepanjang hari.

فِى الإِنْسَانِ ثَلاَثُمِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلاً فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ. قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِى الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّىْءُ تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ

“Di dalam tubuh manusia terdapat 360 sendi, yang seluruhnya harus dikeluarkan sedekahnya.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Siapakah yang mampu melakukan itu wahai Nabiyullah?” Beliau menjawab, “Engkau membersihkan dahak yang ada di dalam masjid adalah sedekah, engkau menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan adalah sedekah. Maka jika engkau tidak menemukannya (sedekah sebanyak itu), maka dua raka’at Dhuha sudah mencukupimu.” (HR. Abu Dawud)

يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تُعْجِزْنِى مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ فِى أَوَّلِ نَهَارِكَ أَكْفِكَ آخِرَهُ

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Wahai anak Adam, janganlah engkau luput dari empat rakaat di awal harimu, niscaya Aku cukupkan untukmu di sepanjang hari itu.” (HR. Ahmad)
10. Istri yang taat dan melayani suaminya
Salah satu kewajiban istri kepada suami adalah mentaatinya. Sepanjang perintah suami tidak dalam rangka mendurhakai Allah dan RasulNya, istri wajib mentaatinya.
Apa hubungannya dengan rezeki? Ketika seorang istri taat kepada suaminya, maka hati suaminya pun tenang dan damai. Ketika hatinya damai, ia bisa berpikir lebih jernih dan kreatifitasnya muncul. Semangat kerjanya pun menggebu. Ibadah juga lebih tenang. Insya Allah rezekinya pun lebih lancar. [Tim WebMuslimah]


Inilah Cara Menunda Kematian

“Dengan Nama Allah s.w.t. Yang Maha Pemurah Lagi Maha Mengasihani”

Di masa Nabi Daud as, ada seorang pemuda yang menjadi muridnya. Suatu ketika, Nabi Daud bersama pemuda itu di rumahnya, maka datanglah malaikat maut mengucapkan salam.

Malaikat itu memandang tajam pemuda tersebut. Nabi Daud berkata, "Engkau memandang pemuda ini dengan tajam?". "Ya, aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya tujuh hari lagi di tempat ini," jawab malaikat maut.

Mendengar hal itu, Nabi Daud as merasa iba kepada pemuda itu dan berkata, "Wahai pemuda, apakah engkau mempunyai istri?". Pemuda itu menjawab, "Saya belum menikah".

"Kalau begitu, pergilah engkau ke rumah si Fulan, katakan kepadanya, Nabi Daud meminta anda mengawinkan puterimu denganku. Lalu bawalah perempuan itu malam ini dan bawalah bekal yang engkau perlukan bersamanya. Setelah tujuh hari kembalilah kemari, temui aku di tempat ini," pesan Nabi Dawud.

Pemuda itupun pergi ke tempat yang diperintahkan Nabi Daud. Dinikahkanlah ia dengan puteri Bani Israel tersebut, dan tinggal bersama isterinya selama tujuh hari. Seminggu kemudian, ia menepati janjinya untuk menemui Nabi Daud. "Wahai pemuda, bagaimana keadaanmu?" tanya Nabi Daud as.

Pemuda itu menjawab, "Seumur hidup aku belum pernah merasakan nikmat dan kebahagiaan seperti yang kualami beberapa hari ini."




Nabi Daud memerintahkannya duduk di sampingnya, sambil menunggu kedatangan malaikat maut. Cukup lama menunggu, malaikat maut tak datang. "Pulanglah kepada keluargamu dan kembalilah ke sini untuk menemuiku seminggu lagi," pesan Nabi Daud.

Pemuda itu kembali kepada keluarganya. Seminggu kemudian kembali ke rumah Nabi Daud. Tetapi malaikat yang ditunggu tidak datang juga. Ia pulang kepada keluarganya, dan di pesan untuk kembali seminggu lagi. Begitulah seterusnya sampai beberapa minggu. Setelah beberapa minggu, malaikat maut pun datang. Nabi Daud pun berkata, "Bukankah engkau pernah mengatakan kepadaku bahwa engkau akan mencabut nyawa pemuda ini selama tujuh hari?" "Ya", jawab malaikat maut itu.

"Telah berlalu beberapa minggu, tetapi engkau beum juga mencabut nyawanya, mengapa?" tanya Nabi Daud. "Wahai Daud, sesungguhnya status pemuda itu telah berbeda, ia telah punya keluarga yang tanggung jawabnya. Allah swt merasa iba kepadanya, lalu Allah menunda ajalnya sampai tiga puluh tahun yang akan datang."

Kematian pasti datang, tetapi kapan waktunya? Tak ada yang tahu. Ia bisa datang kapan saja, dalam waktu dekat atau lama, usia muda atau tua. Karena itu kita tak bisa membatasi usia manusia. Manusia bisa saja wafat dalam usia beberapa hari pasca lahirnya, atau saat lahirnya, tetapi juga manusia bisa wafat ribuan tahun kemudian.

Ini berarti, kematian adalah ketentuan pasti, tetapi waktunya bukanlah suatu yang ditentukan kepastiannya. Tentang ini Alquran mengatakan, "Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menentukan ajal (masa hidup tertentu) dan ada lagi ajal yang pasti (ajal musamma) di sisi-Nya" (Qs. Al-Anam : 2).

Untuk memahaminya, ingatlah yang disebut dengan hukum sebab-akibat. Yaitu, segala yang terjadi pasti ada sebabnya. Jika sebabnya sempurna dan terpenuhi, maka terjadilah akibatnya. Kematian adalah salah satu peristiwa di alam, maka tentu juga memiliki sebab-sebabnya. Karena itu, jika ada yang mati, kita pun bertanya penyebab kematiannya? Apakah karena sakit, kecelakaan, di bunuh, atau bunuh diri. Ribuan atau jutaan hal bisa menjadi sebab kematian seseorang. Kalau kita mengetahui sebab kematian dan menghindarinya, maka terhindar pula kita dari kematian segera.

Hal inilah yang dilakukan Sayidina Umar bin Khattab, ketika beliau diberitahukan bahwa disuatu daerah terkena wabah penyakit, maka dia memilih untuk tidak memasuki daerah itu. Seseorang berkata kepadanya, "bukankah hal itu sudah ditakdirkan Tuhan dan kita menghindarinya?" Maka Sayidina Umar menjawab, "Saya menghindar dari takdir Tuhan untuk memasuki takdir Tuhan yang lainnya." Jawaban Sayidina Umar ini menunjukkan pemahaman beliau atas prinsip sebab-akibat dalam takdir ilahi, termasuk takdir kematian.

Jadi, takdir kematian juga memiliki syarat atau sebabnya. Kalau syarat-syarat atau sebabnya belum terpenuhi maka kematian tidak akan menjemputnya, "Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya." (Q.S. Ali Imran : 145). Tapi, kalau semua syarat-syarat atau sebab-sebabnya telah terpenuhi, maka kematian pasti terjadi, tak bisa ditunda lagi, "Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) memajukan(nya)."(Q.S. Yunus : 49).

Sederhananya, ajal (kematian) memiliki potensi untuk mengalami penundaan karena adanya halangan yakni belum terpenuhi syarat atau sebabnya. Alquran menegaskan, "Allah menghapuskan dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitb" (Q.S. al-Rad : 39). Sayidina Ali berkata, "Allah menciptakan ajal, lalu memanjangkan dan memendekkannya, memajukan dan menangguhkannya, dan menghantarkan pada kematian melalui sebab-sebab ajal itu."

Karena itulah, terdapat banyak riwayat yang menjelaskan bahwa usia bisa diperpanjang atau diperpendek. Artinya, ada perbuatan-perbuatan yang dapat memperpanjang usia, dan ada pula perbuatan-perbuatan yang memperpendek usia manusia.

Silaturrahmi, memperbanyak sedekah, menjaga kesucian, berbakti kepada orang tua, rajin berdoa, adalah di antara perbuatan-perbuatan yang dapat memperpanjang usia. Seperti anak muda dalam kisah Nabi Daud di atas, usianya diperpanjang hingga 30 tahun karena menyambungkan tali silturrahmi melalui pernikahan. Jadi, kalau mau bertambah usia, jangan lupa tips Nabi Daud di atas. []